Banyak sekali kalangan tidak bertanggungjawab melemparkan tuduhan-tuduhan tidak mendasar terkait validitas Alquran. Ada yang beranggapan Alquran sekarang ini hanya hasil dari upaya kodifikasi dari bacaan-bacaan kelompok tertentu saja dan ada tuduhan Alquran tidak sempurna karena pernah terjadi para sahabat penghafal Alquran terbunuh dalam jumlah besar di suatu pertempuran sebelum kodifikasi Alquran ada. Apakah benar periode penyusunan Alquran meragukan validitasnya? Berikut ini fakta-fakta yang harus diketahui:
1. Di sana terdapat sejumlah penulis dari kalangan sahabat yang diketahui dipilih nabi untuk menuliskan apa yang didiktekan nabi kepada mereka ketika wahyu turun. Mereka menuliskan dengan media apa saja yang mudah mereka ketemukan semisal kertas, kayu, potongan kulit hewan, dedaunan maupun tulang. Penulis wahyu –sebagaimana dijelaskan dalam berbagai sumber Islam—berjumlah 20-an, yang termasyhur di antara mereka adalah 4 khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Bersama mereka ada Mu’awiyah, Zubair bin Awwam, Said bin Ash, Umar bin Ash, Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit.
2. Sebagai penjelasan tambahan dalam pembukuan Alquran di sana terdapat metode lain sebagai perbanding pembukuan, yaitu menghapal Alquran di luar kepala. Budaya hapalan ini berlangsung hingga sekarang. Penghapal Alquran pada periode rasul mencapai hingga ratusan sahabat, sebagian dari mereka mempejari bacaan Alquran dan ada yang menghapal di luar kepala. Rasul memberitahukan bahwa beliau menguji hapalannya ketika Malaikat Jibril As. datang di bulan Ramadan setiap tahunnya. Beliau di tahun terakhir mengunji hapalan sebanyak dua kali. Oleh karenanya bentuk final Alquran telah ada dikalangan para penghapal di masa akhir kehidupan rasul, sebagaimana para penulis meletakkan setiap ayat pada tempatnya sesuai petunjuk nabi.
3. Setahun paska meninggalnya rasul ada 70 penghapal Alquran yang terbunuh di pertempuran Yamamah melawan Musailamah al-Kadzdzab. Itu sebabnya–atas dorongan dari Umar bin Khattab— Abu Bakar membari tanggung jawab Zaid bin Tsabit –salah satu penulis wahyu—akan pentingnya melakukan kodifikasi dokumen-dokumen Alquran dalam bentuk satu naskah agar mudah dipergunakan. Mekanisme untuk melakukan kodifikasi Alquran menggunakan dasar ketentuan tidak mendukung naskah-naskah Alquran kecuali telah dipersaksikan dua orang berdasarkan ejaan yang diajarkan rasul. Tentu saja upaya itu penyelamatan Alquran dari para sahabat. Seusai menyelesaikan pekerjaan penting ini Zaid menyerahkan naskah Alquran secara sempurna pada Abu Bakar, kemudian sebelum Abu Bakar wafat beliau mempercayakan naskah itu kepada Umar bin Khattab, kemudian sebelum Umar wafat beliau menyerahkan pada anak perempuannya bernama Khafshah, istri nabi.
4. Pada periode kepemimpinan Utsman bin Affan dibentuklah panitia khusus terdiri dari 4 penyunting, salah satunya Zaid bin Tsabit sendiri. Mereka menyalin naskah Alquran menjadi 5 buah, kemudian dikirimkan ke Makkah, Madinah, Bashra (kota terbesar kedua Irak sekarang), Kufah (sebuah kota di Irak sekarang) dan Damaskus (Syiria). Panitia sendiri dalam proyek ini memegang naskah Alquran yang disimpan oleh Saiyyidah Khafshah yang telah menelaah sebagaimana bacaan para penghapal Alquran masa nabi. Mushaf yang tersebar di berbagai tempat di dunia Islam itu dari berbagai kalangan Islam. Tidak ada satupun umat Islam terjadi perbedaan hingga sekarang setelah melewati masa 14 abad. Fakta ini diperkuat oleh sejumlah orientalis, diantaranya Leblois, Muir dan salah seorang orientalis Jerman kontemporer, Rudi Paret, yang mengatakan dalam prolog terjemahan Alquran-nya: “Kami tidak memiliki alasan yang dapat mendorong keyakinan bahwa ayat Alquran apapun di sana, samuanya, tidak bersumber dari Muhammad”. Artinya, tidak ada ruang untuk mengatakan adanya seseorang melakukan berubahan teks Alquran, entah itu dengan cara pengurangan maupun penambahan.
Tidak benar di sana ada naskah Alquran berbeda dengan naskah yang ada pada periode Utsman bin Affan. Jika di kalangan sahabat terdapat naskah lain niscaya mereka mempelihatkan dan menentang naskah yang jadi pegangan. Peristiwa ini tidak terjadi sepanjang sejarah muslimin. Hingga sebagian sekte yang dianggap sebagai pecahan Islam, semisal Ahmadiyyah kontemporer, saya dapati mereka masih mempertahankan teks Alquran sebagaimana teks yang ada tanpa menambahi atau mengurangi.
5. Adapun pendapat dari Abdullah bin Mas’ud –salah seorang sahabat besar—mengatakan Surat Al-Fatihah dan Al-Mu’awwidzatain bukan bagian dari Alquran tidak benar secara mutlak beliau mengatakan demikian. Ulama-ulama kredibel telah sepakat bahwa Ibnu Mas’ud bebas dari anggapan salah ini. Di antara ulama yang menolak tuduhan dan pemalsuan ini adalah Imam Fakhr al-Din Al-Razi, Qadli Abu Bakr, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hazm, Imam Baqilani, dsb. Tidak disebutkan fakta sejarah ada seorang Muslim mengadopsi pendapat salah yang dianggap pendapat Ibnu Mas’ud.
Note: Serial buku Haqâiqu Islâmiyyatin Fî Muwâjahati Hamalâti al-Tasykîki karya Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq.
1. Di sana terdapat sejumlah penulis dari kalangan sahabat yang diketahui dipilih nabi untuk menuliskan apa yang didiktekan nabi kepada mereka ketika wahyu turun. Mereka menuliskan dengan media apa saja yang mudah mereka ketemukan semisal kertas, kayu, potongan kulit hewan, dedaunan maupun tulang. Penulis wahyu –sebagaimana dijelaskan dalam berbagai sumber Islam—berjumlah 20-an, yang termasyhur di antara mereka adalah 4 khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Bersama mereka ada Mu’awiyah, Zubair bin Awwam, Said bin Ash, Umar bin Ash, Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit.
2. Sebagai penjelasan tambahan dalam pembukuan Alquran di sana terdapat metode lain sebagai perbanding pembukuan, yaitu menghapal Alquran di luar kepala. Budaya hapalan ini berlangsung hingga sekarang. Penghapal Alquran pada periode rasul mencapai hingga ratusan sahabat, sebagian dari mereka mempejari bacaan Alquran dan ada yang menghapal di luar kepala. Rasul memberitahukan bahwa beliau menguji hapalannya ketika Malaikat Jibril As. datang di bulan Ramadan setiap tahunnya. Beliau di tahun terakhir mengunji hapalan sebanyak dua kali. Oleh karenanya bentuk final Alquran telah ada dikalangan para penghapal di masa akhir kehidupan rasul, sebagaimana para penulis meletakkan setiap ayat pada tempatnya sesuai petunjuk nabi.
3. Setahun paska meninggalnya rasul ada 70 penghapal Alquran yang terbunuh di pertempuran Yamamah melawan Musailamah al-Kadzdzab. Itu sebabnya–atas dorongan dari Umar bin Khattab— Abu Bakar membari tanggung jawab Zaid bin Tsabit –salah satu penulis wahyu—akan pentingnya melakukan kodifikasi dokumen-dokumen Alquran dalam bentuk satu naskah agar mudah dipergunakan. Mekanisme untuk melakukan kodifikasi Alquran menggunakan dasar ketentuan tidak mendukung naskah-naskah Alquran kecuali telah dipersaksikan dua orang berdasarkan ejaan yang diajarkan rasul. Tentu saja upaya itu penyelamatan Alquran dari para sahabat. Seusai menyelesaikan pekerjaan penting ini Zaid menyerahkan naskah Alquran secara sempurna pada Abu Bakar, kemudian sebelum Abu Bakar wafat beliau mempercayakan naskah itu kepada Umar bin Khattab, kemudian sebelum Umar wafat beliau menyerahkan pada anak perempuannya bernama Khafshah, istri nabi.
4. Pada periode kepemimpinan Utsman bin Affan dibentuklah panitia khusus terdiri dari 4 penyunting, salah satunya Zaid bin Tsabit sendiri. Mereka menyalin naskah Alquran menjadi 5 buah, kemudian dikirimkan ke Makkah, Madinah, Bashra (kota terbesar kedua Irak sekarang), Kufah (sebuah kota di Irak sekarang) dan Damaskus (Syiria). Panitia sendiri dalam proyek ini memegang naskah Alquran yang disimpan oleh Saiyyidah Khafshah yang telah menelaah sebagaimana bacaan para penghapal Alquran masa nabi. Mushaf yang tersebar di berbagai tempat di dunia Islam itu dari berbagai kalangan Islam. Tidak ada satupun umat Islam terjadi perbedaan hingga sekarang setelah melewati masa 14 abad. Fakta ini diperkuat oleh sejumlah orientalis, diantaranya Leblois, Muir dan salah seorang orientalis Jerman kontemporer, Rudi Paret, yang mengatakan dalam prolog terjemahan Alquran-nya: “Kami tidak memiliki alasan yang dapat mendorong keyakinan bahwa ayat Alquran apapun di sana, samuanya, tidak bersumber dari Muhammad”. Artinya, tidak ada ruang untuk mengatakan adanya seseorang melakukan berubahan teks Alquran, entah itu dengan cara pengurangan maupun penambahan.
Tidak benar di sana ada naskah Alquran berbeda dengan naskah yang ada pada periode Utsman bin Affan. Jika di kalangan sahabat terdapat naskah lain niscaya mereka mempelihatkan dan menentang naskah yang jadi pegangan. Peristiwa ini tidak terjadi sepanjang sejarah muslimin. Hingga sebagian sekte yang dianggap sebagai pecahan Islam, semisal Ahmadiyyah kontemporer, saya dapati mereka masih mempertahankan teks Alquran sebagaimana teks yang ada tanpa menambahi atau mengurangi.
5. Adapun pendapat dari Abdullah bin Mas’ud –salah seorang sahabat besar—mengatakan Surat Al-Fatihah dan Al-Mu’awwidzatain bukan bagian dari Alquran tidak benar secara mutlak beliau mengatakan demikian. Ulama-ulama kredibel telah sepakat bahwa Ibnu Mas’ud bebas dari anggapan salah ini. Di antara ulama yang menolak tuduhan dan pemalsuan ini adalah Imam Fakhr al-Din Al-Razi, Qadli Abu Bakr, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hazm, Imam Baqilani, dsb. Tidak disebutkan fakta sejarah ada seorang Muslim mengadopsi pendapat salah yang dianggap pendapat Ibnu Mas’ud.
No comments:
Post a Comment